Google

Wednesday, August 16, 2006

Nasi Uduk Bansus Bogor


BOGOR - Kali pertama, saya coba cari
sendiri, dan karena kebetulan tidak bawa mobil, saya hanya
berpatokan dengan jembatan Bondongan, tetapi tidak ketemu juga, dan
karena lapar akhirnya makan nasi uduk yang lainnya. Pulangnya baru
ketahuan ternyata saya terlalu cepat turun angkota, lokasi yang
benar adalah setelah Jembatan Bondongan.

Waktu berlalu beberapa bulan, dan baru Sabtu kemarin rasa penasaran
muncul lagi. Karena sore itu saya dan anak-anak rencana mau ke BTM,
akhirnya saya putuskan orang dewasa makan dulu di Nasi Uduk Bansus -
Bondongan, anak-anak seperti biasa mereka lebih suka makan di
tempatnya Paman Sanders, Kentucky.

Semenjak dibukanya Bogor Trade Mall (BTM), jalan pahlawan sekarang
dibuka dua arah. Kalau dulu untuk mencapai lokasi ini harus lewat
jl. Surya Kencana baru belok arah Jl. Pahlawan, sekarang bisa lewat
Kebon raya, ketemu bundaran depan BTM, langsung belok kanan. Cuma
lumayan macet, karena banyak angkot ngetem disitu. Butuh waktu lebih
dari 10 menit untuk jarak yang tak lebih dari sekitar 300 meter.

Kalau anda tidak ingin bermacet ria dan lebih suka jalan kaki, boleh
saja parkir di BTM, terus tinggal jalan kaki ke Jl. Pahlawan. Dari
BTM lokasinya ada disebelah kiri jalan.

Bansus ini, hanya sekedar warung tenda tanpa nama, buka dari sore
hingga malam. Menurut Yohan, kalau ingin mencoba jangan datang lewat
jam 19.30 malam, karena hanya tinggal sisa-sisa saja.

Kemarin saya datang sekitar jam 7, dan kebetulan agak sepi.
Warungnya tampak bersih, dengan meja panjang berisi aneka lauk
berikut nasi uduk yang dibungkus dengan pisang. Saya pesan Bansus,
dan minta piring untuk nasi uduk. Lauknya, saya ambil paru goreng,
telur puyuh dan semur jengkol, sementara istri saya ambil lauk empal
daging. Aroma gurih daun salam yang semerbak langsung terasa ketika
daun pembungkus nasi uduk dibuka. Parunya cukup gurih, dan empalnya
juga empuk sekali. Sayang perut saya sedikit bermasalah jadi tidak
berani mencoba sambal kacangnya, tetapi menurut istri saya cukup
enak.
Semur jengkolnya tidak juga cukup enak, dan bau jengkolnya tidak
begitu terasa. Bahkan istri saya yang tidak doyan jengkol sempat
tertarik dan mengira itu kentang. Tetapi ketika diamati dengan
seksama dan coba diendus-endus baunya, baru tahu bahwa itu semur
jengkol.

Bansusnya (Bandrek Susu) juga cukup enak. Menurut istri saya,
sebenarnya kalau Bandrek itu tidak pakai santan, kalau yang pakai
santan namanya bajigur. Tetapi Bansus di warung ini tampaknya pakai
santan, sehingga rasanya lebih gurih, ditambah wangi jahe dan aroma
susu yang begitu menggoda.

Total kerusakan untuk dua gelas bansus, dua bungkus nasi, satu paru,
satu telor puyuh, satu tusuk semur jengkol dan satu empal daging
adalah Rp. 29,000. Untuk kelas warung kaki lima memang tidak dapat
dikatakan murah, tetapi dibandingkan dengan rasa serta porsi paru
dan daging yang cukup lebar harga termasuk cukup masuk akal.

Sajian serupa dengan harga lebih murah (tetapi tidak ada bansus)
dapat di temui di pertokakan Jembatan Merah. Kalau ini benar-benar
lebih kaki lima, karena letaknya persis di emper toko. Harga lebih
murah, karena memang porsinya lebih kecil. Untuk rasa, nasi uduknya
lebih enak dengan bungkus yang cukup unik. Untuk lauknya, Bansus
Bondongan lebih enak. Dan untuk kebersihan dan kenyamanan makan
sudah pasti Bansus Bondongan lebih recomended.

Review dari Pak Bambang

0 Comments:

Post a Comment

<< Home