Google

Wednesday, August 16, 2006

Soto Betawi Jalan Panarukan Jakarta


JAKARTA - Yang satu ini bolehlah disebut sebagai legenda bagi
sebagian orang. Perkenalan saya saja diawali pada
tahun tujuhpuluhan. Saya juga tahu kalau banyak
saudara kita JS-ers yang hafal dengan tempat ini.

Sebelum mangkal ditempat yang terakhir, dia berada di
jalan Panarukan. Belum lama ini dia pindah ke jalan
Bandung, berjarak sekitar 100 meter dari pojokan
pertigaan jalan Panarukan tempat sebelumnya. Ada
peningkatan kenyamanan dari taraf Amigos (agak minggir
got sedikit) ke deretan kios permanent.

Bu Haji, yang kebetulan ibunda dari seorang kawan,
masih aktif meracik walaupun dibantu oleh beberapa
asisten. Yang bertugas sebagai tukang rajang daging
dan jeroan sapi, dan tukang tuang kuah. Disini juga
tersedia pilihan daging ayam bagi yang kurang suka
aroma sapi. Terus terang, pilihan ini agak jarang bisa
ditemui dari penjual soto sejenis. Pilihan saya
biasanya bergeming pada dada ayam campur paru sapi.
Kedua ingredients tersebut sebelumnya telah diungkep
dan digoreng seperti bahan lainnya. Yang saya suka,
potongan ayam tersebut menghasilkan sensasi crispy
tanpa kehilangan kelembutannya di bagian dalam.
Sementara dengan istimewa, potongan paru betul
memanjakan gigi karena jauh dari liat.

Seperti lazimnya masakan berkuah lainnya, tentu kunci
utama kelezatan ada pada kuah itu sendiri. Buat saya
kuah disini menampilkan spektrum rasa yang lengkap
akibat penggunaan bumbu yang sesuai pakem. Namun,
kekuatannya justru ada pada keseimbangan yang
mendekati sempurna. Unsur rasa dari seluruh bumbu
tampil sejajar saling memperkuat tanpa ada usaha
menonjolkan diri. Ketumbar, kunyit, jahe, bawang,
jintan dan teman lainnya berada pada posisi yang
subtle namun secara bersama menghasilkan personality
baru yang simpatik. Selain pilihan isi yang tergantung
selera kita, tentunya soto itu dilengkapi dengan
potongan tomat, emping goreng dengan garnish rajangan
daun bawang serta bawang merah goreng. Sebagai aksen,
beberapa tetes jeruk nipis dan kecap manis (cap bango)
dicipratkan sebelum dibawa ke meja kita.

Acar berisikan potongan kecil timun, bawang, wortel
dan buliran cabe rawit hijau yang disediakan dalam
stoples di meja, juga sangat pas untuk mengimbangi
rasa “berat” (atawa magtig) yang kadang muncul dari
kuah santan dan jeroan. Kalau pinjam teknik wine
testing, saya harus bilang “dia punya acidity yang
balance”. Bukan hal yang aneh kalau melihat orang
memesan satu mangkok tambahan lagi disana.

Review dari Pak Gatot

0 Comments:

Post a Comment

<< Home